Sabtu, 26 September 2009

PENGERTIAN, RUANG LINGKUP DAN KEGUNAAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM




PENGERTIAN, RUANG LINGKUP DAN KEGUNAAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM


A. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam

Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta, dan kata sophos yang berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah.

Teori lain mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab filsafah yang berasal dari bahasa yunani, philosephia ; philos berarti cinta (loving), dan sophia berarti pengetahuan, hikmah, (wesdom). Jadi philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan, atau cinta kepada kebenaran.

Pengertian filsafat dari segi kebahasaan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan, dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan yang menempatkan pengetahuan atau kebijaksanaan sebagai sasaran utama.

Menurut istilah (pengertian secara praktis) adalah filsafat berarti alam pikiran atau alam berpikir. Berfilsafat adalah berpikir, namun, tidak semua berpikir berarti filsafat, berfilsafat adalah berpikir mendalam dan sungguh-sunggu.

Menurut Sidi Gazalba :

Filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematis, radikal, universal dalam rangka mencari kebenaran.

Filsafat mempunyai tiga ciri pokok :

Ø Pertama, adanya unsur berpikir yang dalam hal ini menggunakan akal.

Ø Kedua, adanya tujuan yang ingin dicapai melalui berpikir tersebut, yaitu hakekat atau inti mengenai sesuatu.

Ø Ketiga, adanya unsur ciri yang terdapat dalam berpikir tersebut, yaitu mendalam.

B. Ruang Lingkup Pendidikan Islam

Menurut Muzayyin Arifin

Ruang lingkup filsafat pendidikan islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti msalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode dan lingkungan.

Secara umum ruang lingkup pembahasan filsafat pendidikan islam ini adalah pemikiran yang serba mendalam, mendasar, sistematis, terpadu, menyeluruh, dan universal mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan pendidikan atas dasar ajaran islam.

C. Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam

Manurut Ahmad D. Marimba

Filsafat pendidikan dapat menjadi pegangan pelaksanaan pendidikan yang menghasilkan generasi-generasi baru yang berkepribadian muslim.

Memberi petunjuk bahwa filsafat pendidikan islam selain menjadi acuan bagi pendidikan dalam menghasilkan generasi yang islami.

D. Metode Pengembangan Pendidikan Islam

Ø Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan untuk pengembangan filsafat pendidikan, misalnya dapat berupa bahan tertulis yaitu : Al-Qur’an dan hadits yang disertai pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya.

Ø Kedua, metode pencarian bahan, untuk mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan.

Ø Ketiga, Metode pembahasan, metode analistis sintesis yaitu suatu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara deduktif, induktif dan analisa ilmiah.

Ø Keempat, pendekatan dalam hubungan dengan pembahasan tersebut diatas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas tersebut.

TINJAUAN FILOSOFIS TENTANG TUJUAN

PENDIDIKAN ISLAM

A. Kedudukan Tujuan Pendidikan

Menurut D. Marimba ada empat fungsi tujuan pendidikan.

Ø Pertama, tujuan berfungsi mengakhiri usaha.

Ø Kedua, tujuan berfungsi mengarahkan usaha, tanpa adanya (pandangan kedepan).

Ø Ketiga, tujuan dapat berfungsi sebagai titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain, yaitu tujuan-tujuan baru maupun tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan pertama.

Ø Keempat, fungsi dari tujuan ialah memberi nilai (sifat pada usaha itu). Ada usaha yang tujuannya lebih luhur, mulia lebih luas dari usaha-usaha lainnya.

B. Tujuan Pendidikan Islam

1. Mengarahkan manusia agar menjadi khalifah Tuhan di muka bumi dengan sebaik-baiknya, yaitu melaksanakan tugas-tugas memakmurkan dan mengolah mumi sesuai dengan kehendak Tuhan.

2. Mengarahkan manusia agar berakhlak mulia, sehingga tidak menyalahgunakan fungsi kekhalifaannya.

3. Membina dan mengarahkan potensi akal.

4. Mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

v Tujuan Filosofis Tentang Pendidikan

A. Pengertian dan Kedudukan Pendidik

Dari segi bahasa pendidik adalah orang yang mendidik. Dalam bahasa Arab dijumpai kata ustad, mudarris, dan mu’addib, kata ustad jamaknya asatidz yang berarti guru. Adapun kata mudarris guru, intructor (pelatih) dan lectures (dosen). Selanjutnya kata muallim yang juga berarti guru, intructor (pelatih) trailer (pemandu). Selanjutnya kata muadib berarti edukator (pendidik atau thecher in charonic school (guru dalam pendidikan Al-Qur’an)).

Dari segi istilah yang lazim digunakan yaitu siapa yang paling bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik, orang tua (ayah-ibu) anak didik.

B. Sifat-Sifat Pendidik Yang Baik

Mohammad Afhiyah Al-Abrasy menyebutkan tujuh sifat yang harus dimiliki seoran guru, sebagai berikut :

1. Seorang guru harus memiliki sifat suhud, yaitu tidak mengutamakan untuk mendapatkan materi dalam tugasnya, melainkan karena mengharapkan keridhaan Allah semata.

2. Seseorang memiliki jiwa yang bersih dari sifat akhlak yang buruk.

3. Seorang harus ikhlas dalam melaksanakan tugasnya.

4. Athujah Al Abrasy mengatakan bahwa keikhlasan dan kejujuran seorang guru di dalam pekerjaannya merupakan jalan terbaik ke arah suksesnya (proses belajar mengajar).

5. Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap muridnya, ia sanggup menahan diri, menaham kemarahan, lapang hati, banyak sabar, dan jangan pemarah, karena sebab-sebab yang kecil.

6. Seorang guru harus dapat menempatkan dirinya sebagai seorang bapak sebelum ia menjadi guru dengan sifat ini seorang guru harus mencintai muridnya dan memikirkan keadaan mereka (seperti terhadap anak sendiri).

7. Seorang guru harus mengetahui bakat, tabiat, dan watak murid-muridnya, dengan pengetahuan seperti ini, maka seorang guru tidak akan salah mengarahkan anak muridnya.

8. Seorang guru harus menguasai bidang studi yang akan diajarkannya khususnya pada perguruan tinggi (Dosen).

v Tinjauan Filosofis Tentang Anak Didik

A. Pengertian Anak Didik

Dilihat dari kedudukannya, anak didik adalah makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menuju fitrahnya masing-masing.

Dalam bahasa Arab dikenal tiga istilah sebagai berikut :

1. Murid yang berarti orang yang berarti membutuhkan sesuatu.

2. Talamidz yang berarti murid.

3. Thalib alim yang menuntut ilmu, pelajar, atau mahasiswa.

TINJAUAN FILOSOFIS TENTANG

METODE PENDIDIDKAN

A. Pengertian Metode Agama

Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan yatiu meta dan hodos meta : “ melalui “ and hodus berarti “ jalan atau cara “ dengan demikian metode dapat berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.

Selanjutnya kata metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan islam, dapat membawa arti metode sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi objek sasaran yaitu pribadi islam

B. Fungsi Metode

Tentang fungsi metode secara umum dapat dikemukakan sebagai pemberi jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksana iperasional dari pendidikan ilmu tersebut. Sedangkan dalam kortelis lain metode dapat merupakan sarana untuk menemukan, mengkaji, dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin suatu ilmu.

C. Macam Macam Metode

Al-Qur’an menawarkan berbagai pendekatan dalam metode pendidikan, yakni dalam menyampaikan materi pendidikan, metode tersrbut antara lain :

1. Metode Teladan

Dalam al-Qur’an kata teladan di proyeksikan dengan kata uswah yang kemudiuan diberi sifat seperti hasanah yang berarti baik, sehingga terdapat ungkapan uswatun hasanah yang berarti bik .

2. Metode Kisah-Kisah

Kisah atau cerita sebagai sesuatu metode pendidikan ternyata mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan.

3. Metode Nasehat

Suatu cara untuk menyampaikan suatu ajaran Al-Qur’an berbicara tentang penasehat , yang dinasehati obyek nasehat, situasi nasehat dan latar belakang nasehat karenanya metode pengajaran nasehat dapat di akui kebesaannya.

4. Metode Pembiasaan

Al-Qur’an menjadikan kebiasaan itu sebagai salah satu teknik atau metode pandidikan, lalu ia mengubah seluruh sifat-sifat baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu tanpa terlalu payah dan tampak menemukan kesulitan.

5. Metode Hukum dan Ganjaran

Hukuman dan ganjaran dalam rangka membina umat manusia melalui kegiatan pendidikan.

Ø Hukuman untuk orang yang melanggar dan berbuat jahat.

Ø Sedangkan pahala untuk orang yang patuh untuk menunjukkan perbuatan baik.

6. Metode Ceramah

Ceramah atau khutbah termasuk cara yang paling banyak digunakan dalam menyampaikan atau mengajak orang lain mengikuti ajaran yang telah ditentukan.

7. Metode Diskusi

Metode diskusi juga diperhatikan oleh Al-Qur’an dalam mendidik dan mengajar manusia dengan tujuan lebih menetapkan pengertian dan sikap pengetahuan mereka terhadap masalah.

8. Metode Lainnya

Al-Qur’an sebagai kitab suci tidak pernah habis digali isinya. Demikian juga tentang metode pendidikan ini, masih bisa dikembangkan lebih lanjut.

TINJAUAN FILOSOFIS TENTANG LINGKUNGAN

PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Lingkungan Tarbiyah Islamiyah

Salah satu yang memungkinkan proses kependidikan islam berlangsung secara konsisten dan berkesenambungan dalam rangka mencapai tujuannya adalah institusi atau kelembagaan pendidikan islam adalah institusiatau lembaga dimana lembaga itu berlangsung.

Namun demikian, dapat di pahami bahwa lingkungan tarbiyah islamiyah itu adalah suatu lingkungan yang didalamnyan terdapat ciri-ciri keislaman yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan islam dengan baik.

B. Fungsi Lingkungan Tarbiyah Islamiyah

Sebagaimana telah dijelasakan diatas, bahwa atau tempat berguna untuk menunjang suatu kegiatan untuk, trmasuk kegiatan pendidikan, karena tidak satupun kegiatan yang tidak memerlukan tempat dimana kegiatan itu di adakan. Sebagai lingkunga tarbiyah islamiyah, ia mempunyai fungsi antara lain menunjang terjadinya proses kegiatan belajar mengajar secara aman, dan berkelanjutan.

Sebelum belajar di madrasah-madrasah tersebut , kaum muslimin belajar di kutab di mana diajarkan bagaimana cara membaca dan menulis huruf Al-Qur’an, dan kemudian diajarkan ilmu agamadan ilmu alqur’an.

Dengan memprhatikan uraian dan infor masi di atas dapat diedentifikasi bahwa liongkungan atau tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan islam itu terdiri dari rumah, masjid, kutab, dan madrasah.

Undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, misalnya mengatakan sebagai berikut :

1. Suatu pendidikan menyenggarakan kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah.

2. Satuan penmdidikan yang di sebut sekolah merupakan bagian dari pendidikan yang berkesenambungan.

3. Satuan pendidikan luar sekolah meliputi keluarga, kelompok belajar, kursus, dan satuan pendidikan yang sejenis.

Selanjutnya, bagaiman pandangan Al-Qur’an terhadap keberadaan lembaga pendidikan tersebut serta fungsinya. Pembahasan selanjutnya akan dimulai dengan membicarakan pendidikan luar sekolah dan dilanjutkan dengan satuan pendidikan di sekolah.

  1. Satuan Pendidikan Luar Sekolah

Diantara satuan pendidikan luar sekolah adalah keluarga yang berlangsung di rumah. Untuk ini perlu dibahas menganai apa yang dimaksud dengan keluarga dan rumah itu. Secara literal keluarga adalah merupakan unit sosial terkecil yang terdiri dari orang yang berada dalam seisi rumah yang sekurang-kurangnya terdiri dari suami isteri. Sedangkan dalam arti normatif, keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh suatu ikatan perkawinan, lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai suatu gabungan yang khas dan bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk kebahagiaan, kesejahteraan, dan ketentraman semua anggota yang ada di dalam keluarga tersebut.

  1. Lingkungan Pendidikan Sekolah

Sekolah sebagai tempat belajar sudah tidak dipersoalkan lagi keberadaannya. Secara historis keberadaan sekolah ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari keberadaan masjid, yaitu karena adanya di antara mata pelajaran-mata pelajaran yang untuk mempelajarinya diperlukan soal jawab, perdebatan, dan pertukaran pikiran.

  1. Lingkungan Masyarakat

Manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT, yang keberadaan hidupnya tidak dapat menyendiri. Manusia membutuhkan masyarakat di dalam pertumbuhan da perkembangan kemajuannya yang dapat meninggikan kualitas hidupnya. Semua itu membutuhkan masyarakat, dan mereka harus hidup di masyarakat. Ibnu Sina pernah mengatakan : “Manusia berbeda dengan makhluk lainnya disebabkan manusia itu tidak dapat memperbaiki kehidupannya jika ia hidup menyendiri tanpa ada orang lain yang menolong memenuhi kebutuhan hidupnya”.

Kebutuhan manusia yang diperlukan dari masyarakat tidak hanya menyangkut bidang material melainkan juga bidang spiritual, termasuk ilmu pengetahuan, pengalaman, keterampilan, dan sebagainya. Dengan demikian, dapat ditarik suatu pemahaman bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan pendidikan manusia memerlukan adanya lingkungan sosial masyarakat.

TINJAUAN FILOSOFIS TENTANG

KURIKULUM

A. Pengertian Kurikulum

Secara harfiah kurikulum berasal dari bahasa latin, curriculum yang berarti bahan pengajaran. Ada pula yang mengatakan kata tersebut berasal dari bahasa Perancis courier yang berarti berlari.

Kata kurikulum selanjutnya menjadi suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan pada sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah. Pengertian ini sejalan dengan pendapat Crowand Crow yang mengatakan bahwa kurikulum adalah rancangan pelajaran yang yang isinya sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis yang diperlukan sebagai syarat untuk menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu.

Menurut Hasan Langgulung, Kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olah raga, dan kesenian baik yang berada di dalam maupun di luar kelas yang dikelola oleh sekolah.

B. Cakupan Kurikulum

Berdasarkan pada tuntutan perkembangan yang demikian itu, maka para perancang kurikulum dewasa ini menetapkan cakupan kurikulum melalui empat bagian. Pertama, bagian yang berkenaan dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh proses belajar-mengajar. Kedua, bagian yang berisi pengetahuan, informasi-informasi, data, aktivitas-aktivitas, dan pengalaman-pengalamn yang merupakan bahan bagi penyusunan kurikulum yang isinya berupa mata pelajaran yang kemudian dimasukkan dalam silabus. Ketiga, bagian yang berisi metode atau cara menyampaikan mata pelajaran tersebut. Keempat, bagian yang berisi metode atau cara melakukan penilaian dan pengukuran atas hasil pengajaran mata pelajaran tertentu.

C. Asas-Asas Kurikulum

Selain itu secara teoritis filosofis penyusunan sebuah kurikulum harus berdasarkan asas-asas dan orientasi tertentu. Asas-asas tersebut sebagaimana dikemukakan S. N asution meliputi asas filosofis, sosiologi, organisatoris, dan psikologis. Asas filosofis berperan sebagai penentu tujuan umum pendidikan. Sedang asas sosiologis berperan memberikan dasar untuk menentukan apa saja yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebudayaan, perkembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi; dan asas organisatoris berfungsi memberikan dasar-dasar dalam bentuk bagaimana bahan pelajaran itu disusun, dan bagaimana penentuan luas dan urutan mata pelajaran. Selanjutnya asas psikologis berperan memberikan berbagai prinsip-prinsip tentang perkembangan anak didik dalam berbagai aspeknya, serta cara menyampaikan bahan pelajaran agar dapat dicerna dan dikuasai oleh anak didik sesuai dengan tahap perkembangannya.

Dalam studi kependidikan Islam, Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibani melihat kurikulum bagi pendidikan islam berbeda dengan kurikulum pada umumnya.

Pendidikan islam sepanjang masa kegemilangannya memandang kurikulum pendidikan sebagai alat untuk mendidik generasi muda dengan baik dan menolong mereka untuk membuka dan mengembangkan kesediaan-kesediaan, bakat-bakat, kekuatan-kekuatan, dan keterampilan mereka yang bermacam-macam dan menyiapkan mereka dengan baik untuk melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi.

D. Ciri-ciri Kurikulum dalam Pendidikan Islam

Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany menyebutkan lima ciri kurikulum pendidikan Islam. Kelima ciri tersebut secara ringkas dapat disebutkan sebagai berikut :

1. Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan-tujuannya dan kandungan-kandungan, metode-metode, alat-alat, dan tekniknya bercorak agama.

2. Meluas cakupannya dan menyeluruh kandungannya. Yaitu kurikulum yang betul-betul mencerminkan semangat, pemikiran dan ajaran yang menyeluruh. Disamping itu ia juga luas dalam perhatiannya. Ia memperhatikan pengembangan dan bimbingan terhadap segala aspek pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologis, sosial, dan spiritual.

3. Bersikap seimbang di antara berbagai ilmu yang dikandung dalam kurikulum yang akan digunakan. Selain itu juga seimbang antara pengetahuan yang berguna bagi pengembangan individual dan pengambangan sosial.

4. Bersikap menyeluruh dalam menata seluruh mata pelajaran yang diperlukan oleh anak didik.

5. Kurikulum yang disusun selalu disesuaikan dengan minat dan bakat anak didik.

E. Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam

Al-Syaibany dalam hal ini menyebutkan tujuh prinsip kurikulum pendidikan islam yaitu :

Pertama, prinsip pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajarannya dan nilai-nilainya. Setiap bagian yang terdapat dalam kurikulum, mulai dari tujuan, kandungan, metode mengajar, cara-cara perlakuan, dan sebagainya harus berdasar pada agama dan akhlak Islam.

Kedua, prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum, yakni mencakup tujuan membina akidah, akal, dan jasmaninya, dan hal lain yang bermanfaat bagi masyarakat dalam perkembangan spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi, politik termasuk ilmu-ilmu agama, bahasa, kemanusiaan, fisik, praktis, profesional, seni rupa, dan sebagainya.

Ketiga, prinsip keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan kandungan kurikulum.

Keempat, prinsip perkaitan antara bakat, minat, kemampuan-kemampuan, dan kebutuhan pelajar.

Kelima, prinsip pemeliharaan perbedaan-perbedaan individual di antara para pelajar, baik dari segi minat maupun bakatnya.

Keenam, prinsip menerima perkembangan dan perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat.

Ketujuh, prinsip keterkaitan antara berbagai mata pelajaran dengan pengalaman-pengalaman dan aktivitas yang terkandung dalam kurikulum.

2 komentar: