Kamis, 31 Desember 2009

IAD Sebagai Pengantar Pendidikan

MAKALAH

IAD Sebagai Pengantar Pendidikan


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk yang berfikir dibekali rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu inilah yang mendorong untuk mengenal, memahami dan menjelaskan hal yang bersifat alamiah serta manusia berusaha untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dari dorongan rasa ingin tahu dan usaha untuk memahami masalah menyebabkan manusia dapat mengumpulkan pengetahuan, pengetahuan yang diperoleh mula-mula terbatas, kemudian semakin bertambah dengan pengetahuan yang diperoleh dari hasil pengetahuan.

Selanjutnya dari peningkatan kemampuan daya pikirnya ini manusia mampu melakukan segala hal untuk membuktikan dan mencari kebenaran dari sesuatu ha. Setelah manusia mampu memadukan kemampuannya lahirlah ilmu alamiah yang mantap.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian ilmu secara fenominal

2. Tahap dan sifat ilmu

3. Proses ilmu pengetahuan

C. Tujuan

  1. Agar mahasiswa dapat memahami apa itu ilmu.
  2. Agar mahasiswa dapat mengenal secara mendalam tentang ilmu.
  3. Agar mahasiswa dapat mengetahui proses dari sifat ilmu alamiah.

BAB II

PEMBAHASAN

Ilmu Alamiah Dasar Sebagai Pengantar Pendidikan

A. Ilmu

Pengertian ilmu secara fenomenal dapat dipandang sebagai produk, proses dan pradigma etika.

Sebagai produk, ilmu adalah semua pengetahuan yang telah diketahui, dan disepakati oleh sebagian besar masyarakat ilmiah. Sebagai proses, ilmu adalah kegiatan sosial untuk memahami alam dengan metode ilmiah.

Adapun pradigma etika, ilmu menurut menurut Marton, berpegang pada empat kaidah ilmiah, yaitu universalisme, komunalisme, disintrestedness, dan skeptesisme yang terarah. Universalisme berarti ilmu tidak bergantung pada perbedaan ras, warna kulit dan keyakinan. Komunalisme menunjukkan bahwa ilmu adalah milik umum. Disinterestedness yaitu tidak memihak, melainkan apa adanya. Skeptisisme berarti tidak begitu saja menerima kebenaran, sebelum bukti emperis misalnya. Karena semata-mata pengaruh kewibawaan seseorang melainkan bukti emperis.

B. Rasa Ingin Tahu

Ilmu pengetahuan alam bermula dari rasa ingin tahu yang merupakan suaut ciri khas manusia. Manusia memiliki rasa ingin tahu tentang benda-benda di alam sekitarnya. Bulan, bintang, dan matahari, bahkan ingin tahu tentang dirinya sendiri (antroposentris).

Rasa ingin tahu tidak dimiliki oleh makhluk lain, seperti batu, tanah, sungai, dan angin. Air dan udara memang bergerak dari suatu tempat ke tempat yang lain. Namun gerakannya itu bukanlah atas kehendaknya sendiri, tetapi akibat dari pengaruh ilmiah yang bersifat kekal.

Bagaimana halnya dengan makhluk-makhluk hidup seperti tumbuhan-tumbuhan dan binatang? Sebatang pohon misalnya, menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan atau gerakan, namun gerakan itu terbatas pada upayanya untuk mempertahankan kelestarian hidupnya yang bersifat tetap. Misalnya daun-daun yang cenderung mencari sinar matahari atau akar yang cenderung mencari air yang kaya mineral untuk pertumbuhan hidupnya. Kecenderungan semacam ini terus berlangsung sepanjang zaman.

Pada tahap awal, semua kegiatan ilmu pengetahuan alam masih terbatas pada pengalaman dan pencatatan gejala-gelaja alam.

Selanjutnya, kegiatan itu berusaha untuk memberikan dan menjelaskan cara berlangsungnya gejala-gejala alam tersebut, tetapi masih bersifat kualitatif. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan alam masih bersifat deskriptif dan kuantitatif, pernyataan secara kuantitatif ini pada awalnya cukup memadai, tetapi karena kurang cermat dan eksak, pernyataan ini sering menyesatkan.

Pada tahap berikutnya sejalan dengan perkembangan matematika. Kegiatan ilmu pengetahuan alam lebih bersifat simulatif dan kuantitatif. Dengan demikian pernyataan-pernyataan menjadi lebih seksama dan lebih eksak sehingga leibh mendekati kebenaran. Disamping itu, kegiatan ilmu pengetahuan alam yang menggunakan metode keilmiahan. Yang antara lain bersifat terbuka untuk di uji kebenarannya menjadi ilmu pengetahuan bersifat dinamis. Berikut ini dibahas perkembangan ilmu pengetahuan alam.

C. Tahap Deskriptif dan Kuantitatif

Kegiatan ilmu pengetahuan alam dimulai dengan observasi dan pencatatan gejala-gejala alam yang diamati. Dari pengumpulan hasil observasi ini dapat dilihat kesamaan atau perbedaannya. Kemudian timbul kebutuhan utnuk menyederhanakan dengan proses prinsip-prinsip yang lebih mendasar dan bersifat umum klasifikasi proses untuk mengubah data yang terpisah menjadi data yang lebih fungsional.

Setelah pengetahuan yang tekumpul berdasarkan klasifiksi telah cukup banyak, timbul kebutuhan untuk membandingkan. Konsep perbandingan ini merupakan konsep yang lebih tinggi dan lebih efektif.

Pernyataan kualitatif ini terkadang-kadang merupakan pengetahuan yang memadai dan bermanfaat terutama untuk bidang dimana metode kuantitatif belum dapat berkembang.

D. Tahap Simulatif dan Kualitatif

Untuk memperoleh pengukuran yang seksama perlu dilakukan proses simulasi, yaitu dengan menirukan atau mengulangi peristiwa alam dengan jalan melakukan percobaan-percobaan. Metode kuantitatif berkembang sebagai akibat penggunaan matematika dalam imu pengetahuan alam. Sifat kuantitatif ini dapat meningkatkan daya kontrol dan daya ramal dari ilmu serta dapat memberikan jawaban yang lebih eksak. Dengan demikian, akan menghasilkan pemecahan masalah sehingga menjadi lebih seksama, cermat, tepat dan hasilnya lebih mendekati kebenaran.

E. Ilmu Pengetahuan Bersifat Dinamis

Kegiatan ilmu pengetahuan alam berawal dari pengamatan dan pencatatan baik terhadap gejala-gejala alam pada umumnya maupun dalam percobaan-percobaan yang dilakukan dalam laboratorium. Dari hasil pengamatan atau observasi ini, manusia berusaha untuk merumuskan konsep, prinsip hukum, dan teori. Jika dilihat dari arah prosesnya maka dalam hal ini eksperimen mendahului teori. Proses pengetahuan tidak berhenti sampai disini, tetapi dari hasil ilmu pengetahuan alam yang berupa konsep, prinsip, hukum dan teori ini masih terbuka kesempatan untuk di uji kebenarannya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan kami diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian ilmu secara fenomenal dapat dipandang sebagai produk, proses dan pradigma etika (sikap atau nilai). Sebagai produk, ilmu adalah semua pengetahuan yang telah diketahui dan disepakati oleh sebagian besar masyarakat ilmiah. Dan menurut Marton berpegang pada empat kaidah ilmiah yaitu, universalisme, komunalisme, interestedness, dan skeptisisme.

B. Saran

Kami sebagai penulis makalah, inilah kami dan apabila ada kekurangan dalam makalah ini, kami menerima atas semua kritik dan saran dari para pembaca karena dalam diri manusia pasti ada kekurangan dan kekhilafan. Dan agar bisa lebih baik untuk makalah kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Drs.H.A, Supatmo. Ir.A, Ilmu Alamiah Dasar, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1991.

Abdullah, Aly, Drs., Eny Rahma, Ir., MKDU-Ilmu Alamiah Dasar. PT. Bumi Aksara, Jakarta, 1991.

Darmodjo, Hendro, Ilmu Alamiah Dasar. Universitas Terbuka. Dekdikbud, Jakarta, 1986.



M E D I A P E M B E L A J A R A N

T U G A S R E S U M E

M E D I A P E M B E L A J A R A N


Pengertian, Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan

A. Definisi Evaluasi

a. Bloom et. al (1971)

Evaluasi adalah pengumpulan kenyataan secara sistematis utnuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri siswa dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam pribadi siswa.

b. Stuffle Beam et. al (1971)

Evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan.

B. Tujuan Evaluasi Pendidikan

Tujuan utama melakukan evaluasi dalam proses belajar mengajar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa sehingga dapat diupayakan tindak lanjutnya. Tindak lanjut yang dimaksud merupakan fungsi evaluasi dan dapat berupa :

  1. Penetapan pada tempat yang tepat
  2. Pemberian umpan balik
  3. Diagnosis kesulitan belajar siswa
  4. Penentuan kelulusan

Untuk masing-masing tindak lanjut yang dikehendaki ini adalah tes, yang diberi nama :

  1. Tes Penempatan (placement test)

Tes ini disajikan pada awal tahun pelajaran untuk mengukur kesiapan siswa dan mengetahui tingkat pengetahuan yang telah dicapai sehubungan dengan pelajaran yang akan disajikan.

  1. Tes Formatif (formative test)

Tes ini disajikan di tengah program pengajaran untuk memantau kemajuan belajar siswa demi memberikan umpan balik, baik kepada siswa maupun kepada guru.

  1. Tes Diagnostik (diagnostic test)

Tes ini bertujuan mendiagnosis kesulitan belajar siswa untuk mengupayakan perbaikannya.

  1. Tes Sumatif (summative test)

Tes jenis ini biasanya diberikan pada akhir tahun ajaran atau akhir suatu jenjang pendidikan, meskipun maknanya telah diperluas untuk dipakai pada tes akhir semester, dan bahkan pada tes akhir pokok bahasan.

C. Fungsi Evaluasi Pendidikan

  1. Evaluasi Berfungsi Selektif

Dengan cara mengadakan evaluasi guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi terhadap siswanya, seleksi ini mempunyai tujuan.

a. Untuk memilih siswa yang dapat diterima disekolah tertentu.

b. Untuk memilih siswa yang dapat naik kelas atau tingkat berikutnya.

c. Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa.

d. Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah tersebut.

  1. Evaluasi berfungsi sebagai penempatan

Sistem baru yang kini banyak dipopulerkan di negera barat, adalah sistem belajar sendiri. Belajar sendiri dapat dilakukan dengan cara mempelajari sebuah paket belajar, baik berbentuk modul maupun paket belajar yang lain.

  1. Evaluasi berfungsi diagnostik

Apabila alat yang digunakan dalam evaluasi cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa.

  1. Evaluasi berfungsi sebagai pengukuran keberhasilan. Dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan.

Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi

A. Prinsip-prinsip Evaluasi

1. Keterpaduan

Evaluasi merupakan komponen integral dalam program pengajaran di samping tujuan intruksional, materi dan metode pengajaran.

2. Keterlibatan siswa

Hal ini berkaitan erat dengan metode belajar CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang menuntut keterlibatan siswa aktif, siswa mutlak.

3. Koherensi

Evaluasi harus berkaitan dengan materi pengajaran yang sudah disajikan dan sesuai dengan ranah kemampuan yang hendak diukur.

4. Pedagogis

Di samping sebagai alat penilai hasil / pencapaian belajar, evaluasi juga perlu diterapkan sebagai upaya perbaikan sikap dan tingkah laku ditinjau dari segi pedagogis.

5. Akuntabilitas

Sejauh mana keberhasilan program pengajaran perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan sebagai laporan pertanggungjawaban (accountability).

B. Teknik Evaluasi

  1. Teknik non tes

* Skala bertingkat (rating scale)

Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil pertimbangan.

* Kuesioner

Kuesioner juga sering dikenal sebagai angket. Pada dasarnya kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh yang akan diukur (responden). Macam-macam kuesioner dapat ditinjau dari beberapa segi.

1. Ditinjau dari segi siapa yang menjawab

a. Kuesioner langsung

Jika kuesioner tersebut dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang dirinya.

b. Kuesioner tidak langsung

Adalah kuesioner yang dikirimkan dan diisi oleh orang yang bukan dimintai keterangannya.

2. Ditinjau dari segi cara menjawab

a. Kuesioner tertutup

Adalah kuesioner yang disusun dengna menyediakan pilihan jawaban langkah sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih.

b. Kuesioner terbuka

Adalah kuesioner yang disusun sedemikian rupa sehingga para pengisi bebas mengemukakan pendapat.

c. Daftar cocok (check list)

Adalah deretan pertanyaan (yang biasanya singkat-singkat). Dimana respondent yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok (Ö) ditempat yang telah disediakan.

d. Wawancara / interviu

Adalah suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak.

Wawancara dapat dilakukan dengan 2 cara :

1. Interviu bebas

2. Interviu terpimpin

e. Pengamatan (observasi)

Adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta secara sistematis. Ada 3 macam observasi.

1. Observasi partisipan

2. Observasi sistematik

3. Observasi eksperimental

f. Riwayat hidup

Adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya.

  1. Teknik tes

Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan, intelegensi, kemampun atau bakat yang dimiliki oleh individu / kelompok.

Ditinjau dari segi kegunaan mengukur siswa maka dibedakan atas 3 macam tes

1. Tes diagnostik

2. Tes formatif

3. Tes sumatif

Berbagai Teknik Evaluasi

A. Meansurement Model

Model ini dapat dipandang sebagai model yang tertua di dalam sejarah evaluasi dan telah banyak dikenal di dalam proses evaluasi pendidikan.

1. Hakikat evaluasi

Model ini sangat menitikberatkan peranan kegiatan pengukuran di dalam melaksanakan proses evaluasi. Pengukuran dipandang sebagai suatu kegiatan yang ilmiah dan dapat diterapkan dalam berbagai bidang persoalan termasuk kedalamnya bidang pendidikan.

2. Ruang lingkup evaluasi

Yang dijadikan objek dari kegiatan evaluasi model ini adalah tingkah laku, terutama tingkat laku siswa.

3. Pendekatan

Dalam kegiatan evaluasi pendidikan disekolah objek yang dinilai dadalah hasil belajar siswa yang evaluasinya dapat dilakukan melalui cara yang objektif kuantitatif dengan prosedur yang dapat distandardisasikan.

B. Kongruance Model

Model ini dapat dipandang sebagai reaksi terhadap model yang pertama, sekalipun dalam beberapa hal masih menunjukkan adanya persamaan dengan model yang pertama.

C. Edicational System Evaluation Model

Model ini merupakan reaksi terhadap kedua model yang telah dibahas.

D. Illuminatif Model

Penggunaan nama illuminatif model oleh pengembangannya didasarkan atas alasan bahwa penggunaan berbagai cara penilaian di dalam model ini bila dikombinasikan akan ”help illuminative problems, issues, and significant program features”.

Proses Pelaksanaan Evaluasi

Pekerjaan mengevaluasi ada prosedur tersendiri, meskipun perlu untuk ditekankan bahwa pekerjaan mengevaluasi itu lebih tepat untuk dipandang sebagai suatu proses yang kontinu.

Pengetahuan tentang prosedur ini ditambah dengan pengetahuan tentang fungsi dalam keseluruhan proses evaluasi akan memungkinkan kita memperoleh pembelajaran yang cukup jelas tentang sistematik pekerjaan evaluasi pada umumnya.

Langkah-langkah pokok

1. Langkah perencanaan (termasuk atau tidak termasuk perumusan kriterium, bergantung keadaan).

2. Langkah pengumpulan data

3. Langkah persifikasi data

4. Langkah pengolahan data

5. Langkah penafsiran data

6. Langkah meningkatkan daya serap peserta didik.

Analisis Butir-butir Instrumen Evaluasi

A. Menilai tes yang dibuat sendiri

Ada 4 cara untuk menilai tes, yaitu :

- Cara pertama meniliti secara jujur soal-soal yang sudah disusun, kadang-kadang dapat diperoleh jawaban tentang ketidakjelasan perintah atau bahasa, taraf kesukaran dan lain-lain keadaan soal tersebut.

- Cara kedua adalah mengadakan analisis soal (terms analysis)

Analisis soal adalah suatu prosedur yang sistematis, yang akan memberikan informasi-informasi yang sangat khusus terhadap butir tes yang kita susun.

Faedah dalam mengadakan analisis soal :

1. Membantu kita dalam mengidentifikasi butir-butir soal yang jelek.

2. Memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk menyempurnakan soal-soal untuk kepentingan lebih lanjut.

3. Memperoleh gambaran secara selintas tentang keadaan yang kita susun.

- Cara ketiga adalah mengadakan checking validitas.

Validitas yang paling penting dari tes buatan guru adalah validitas kurikulum (content validity).

- Cara keempat adalah dengan mengadakan checking reabilita.

Salah satu indikator untuk tes yang mempunyai reabilitas yang tinggi adalah bahwa kebanyakan dari soal-soal tes tersebut mempunyai daya pembeda yang tinggi.

B. Analisis butir-butir soal

  1. Taraf kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang telalu mudah tidak merangsang siswa untuk memeprtinggi usaha memecahkannya, sebaliknya yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya.

  1. Daya pembeda

Adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang bodoh.

  1. Pola jawaban soal

Adalah distribusi testee dalam hal menentukan pilihan jawaban pada soal bentuk pilihan ganda.

Interpretasi Nilai Evaluasi

A. Merencanakan Evaluasi

Setelah menetapkan tujuan pengajaran, segera terpikir bagaimana nanti cara untuk mengetahui apakah tujuan tercapai apa belum, berapa persen tercapainya. Pertama kali yang harus menjadi titi perhatian adalah bahwa cara dan alat evaluasi itu ditentukan oleh isi TIK. TIK yang dirumuskan dengan benar pasi dapat menunjukkan cara dan alat evaluasi yang efektif dan efisien.

Hal lain yang harus diperhatikan adalah luasnya tujuan (bahan) yang akan dievaluasi ada bermacam-macam.

B. Menentukan Entering Behavior

Adalah gambaran tentang kesiapan siswa tersebut. Kesiapan yang paling penting diketahui guru ialah kesiapan siswa dalam hal pengetahuan dan keterampilan dihubungkan dengan tujuan pengajaran.

Hal-hal yang harus diperhitungkan dalam menentukan entering behavior siswa :

  1. Masalah kesiapan

Ini yang pertama dan paling utama. Jika tujuan pengajaran (TIK) umpamanya agar siswa mampu mempraktekkan fi’liyah salat subuh, maka entering behaviornya sekurang-kurangnya ialah siswa sudah mengetahui jumlah seluruh salat wajib.

  1. Hal kematangan

Ini konsep yang menyangkut keadaan biologis dan psikologis yang sering disebut dengan istilah masa peka. Entering behavior siswa yang menyangkut kematangan dapat ditetapkan dengan cara mengajukan pertanyaan

  1. Perbedaan individu

Dalam pengajaran bidang study guru harus mempertimbangkan perbedaan individu. Ini adalah salah satu ciri pengajaran modern yang menganggap manusia adalah makhluk individual, yang tidak dapat diperlakukan dengan cara yang ama.

  1. Perbedaan individu siswa

Perbedaan individu siswa memang sulit dipakai oleh guru agama. Jarang terdapat guru agama bagitu mendalam menguasai ilmu jiwa, tapi guru agama dapat meminta petunjuk dari guru bimbingan mengenai susunan kepribadian para siswa.

Susunan kepribadian para siswa

Hubungan antara susunan kepribadian yang bermacam-macam itu dengan intering behavior itu merupakan keputusan tentang hubungan keadaan kepribadian itu dengan tujuan pengajaran yang hendak dicapai.

C. Beberapa Skala Penilaian

1. Skala bebas

2. Skala 1-10

3. Skala 1-100

4. Skala huruf

D. Distribusi Nilai

Distribusi nilai yang dimiliki oleh siswa-siswinya dalam suatu kelas didasarkan pada dua macam standar.

1. Standar mutlak

2. Standar relatif

The Grammar Translation Method (GTM)

The Grammar Translation Method (GTM)

CHAPTER I

BACKGROUND

A. Introduction

GTM is not a new thing in language learning, which is only slightly different. The name that has been used by language teachers for a few years ago. In ancient times this method is called the "classical method" of the time used in the classical language learning, such as Latin and Greek. At the beginning of this century, this method is used to assist students in reading and understanding a foreign language literature. But it is also expected that it is in studying or understanding the grammar of the desired target language, students will become more familiar with the language rules in accordance with the source language and a deeper understanding of this will further help them in reading and writing according to the source language to be better.

Finally concluded that it is studying a foreign language will help the development of students in developing intellectual, it can be recognized that the students will never use the target language, but learning is very much needed mental

CHAPTER II

DISCUSSION

A. Definition

The grammar-translation method of foreign language teaching is one of the most traditional methods, dating back to the late nineteenth and early twentieth centuries. It was originally used to teach 'dead' languages (and literatures) such as Latin and Greek

B. Caracteristic

The grammar translation method has eihgt caracteristic

1. Classes are taught in the mother tongue, with little active use of the target language.

2. Much vocabulary is taught in the form of lists of isolated words.

3. Long elaborate explanations of the intricacies of grammar are given.

4. Grammar provides the rules for putting words together, and instruction often focuses on the form and inflection of words.

5. Reading of difficult classical texts is begun early.

6. Little attention is paid to the content of texts, which are treated as exercises in grammatical analysis.

7. Often the only drills are exercises in translating disconnected sentences from the target language into the mother tongue.

8. Little or no attention is given to pronunciation.

C. Techniques

The grammar translation method has nine Techniques :

1. Translation of a Literary Passage (Translating target language to native language)

2. Reading Comprehension Questions (Finding information in a passage, making inferences and relating to personal experience)

3. Antonyms/Synonyms (Finding antonyms and synonyms for words or sets of words).

4. Cognates (Learning spelling/sound patterns that correspond between L1 and the target language)

5. Deductive Application of Rule (Understanding grammar rules and their exceptions, then applying them to new examples)

6. Fill-in-the-blanks (Filling in gaps in sentences with new words or items of a particular grammar type).

7. Memorization (Memorizing vocabulary lists, grammatical rules and grammatical paradigms)

8. Use Words in Sentences (Students create sentences to illustrate they know the meaning and use of new words)

9. Composition (Students write about a topic using the target language).

D. Advantages

a. The phraseology of the target language is quickly explained. Translation is the easiest way of explaining meanings or words and phrases from one language into another. Any other method of explaining vocabulary items in the second language is found time consuming. A lot of time is wasted if the meanings of lexical items are explained through definitions and illustrations in the second language. Further, learners acquire some short of accuracy in understanding synonyms in the source language and the target language.

b. Teacher’s labour is saved. Since the textbooks are taught through the medium of the mother tongue, the teacher may ask comprehension questions on the text taught in the mother tongue. Pupils will not have much difficulty in responding to questions on the mother tongue. So, the teacher can easily assess whether the students have learnt what he has taught them. Communication between the teacher and the learners does not cause linguistic problems. Even teachers who are not fluent in English can teach English through this method. That is perhaps the reason why this method has been practiced so widely and has survived so long

E. Disadvantages

a. It is an unnatural method. The natural order of learning a language is listening, speaking, reading and writing. That is the way how the child learns his mother tongue in natural surroundings. But in the Grammar Translation Method the teaching of the second language starts with the teaching of reading. Thus, the learning process is reversed. This poses problems.

b. Speech is neglected. The Grammar Translation Method lays emphasis on reading and writing. It neglects speech. Thus, the students who are taught English through this method fail to express themselves adequately in spoken English. Even at the undergraduate stage they feel shy of communicating through English. It has been observed that in a class, which is taught English through this method, learners listen to the mother tongue more than that to the second/foreign language. Since language learning involves habit formation such students fail to acquire habit of speaking English. Thus, they have to pay a heavy price for being taught through this method.

c. Exact translation is not possible. Translation is, indeed, a difficult task and exact translation from one language to another is not always possible. A language is the result of various customs, traditions, and modes of behavior of a speech community and these traditions differ from community to community. There are several lexical items in one language, which have no synonyms/equivalents in another language. For instance, the meaning of the English word ‘table’ does not fit in such expression as the ‘table of contents’, ‘table of figures’, ‘multiplication table’, ‘time table’ and ‘table the resolution’, etc. English prepositions are also difficult to translate. Consider sentences such as ‘We see with our eyes’, ‘Bombay is far from Delhi’, ‘He died of cholera’, He succeeded through hard work’. In these sentences ‘with’, ‘from’, ‘of’, ‘through’ can be translated into the Hindi preposition ‘se’ and vice versa. Each language has its own structure, idiom and usage, which do not have their exact counterparts in another language. Thus, translation should be considered an index of one’s proficiency in a language.

d. It does not give pattern practice. A person can learn a language only when he internalizes its patterns to the extent that they form his habit. But the Grammar Translation Method does not provide any such practice to the learner of a language. It rather attempts to teach language through rules and not by use. Researchers in linguistics have proved that to speak any language, whether native or foreign entirely by rule is quite impossible. Language learning means acquiring certain skills, which can be learnt through practice and not by just memorizing rules. The persons who have learnt a foreign or second language through this method find it difficult to give up the habit of first thinking in their mother tongue and than translating their ideas into the second language. They, therefore, fail to get proficiency in the second language approximating that in the first language. The method, therefore, suffers from certain weaknesses for which there is no remedy

CHAPTER III

CONCLUSION

The Grammar Translation Method was developed for the study of “dead” languages and to facilitate access to those languages’ classical literature. That’s the way it should stay. English is certainly not a dead or dying language, so any teacher that takes “an approach for dead language study” into an English language classroom should perhaps think about taking up Math or Science instead. Rules, universals and memorized principles apply to those disciplines – pedagogy and communicative principles do not.


REFERENCES

Larsen-Freeman, Diane. (1986) Techniques and Principles of Language Teaching, Oxford University Press.

Billah,MD.M. “Teaching English through English Medium”. The New Nation.Online. 20 Nov 2005.

2. Brown, D.H. Teaching by Principles:An Interactive Approach to Language Pedagogy. Longman: New York,2001.

3. Dr. Shahidullah, M., Islam. J., Majid , I. A. N. and Haque,M.S. English For Today for Classes 11-12.Dhaka.NCTB, 2001.

4. Dr. Shahidullah,M.,Islam,J., Majid, I. A.N. and Haque,M.S. Teacher’s Guide for English For Today For Casses 11-12.Dhaka.ELTIP, 2001.

5. Larsen-Freeman,D. Techniques and Principles of Language Teaching. Oxford:Oxford University Press, 1981.

6. Shahzadi,N.,Rabbani,F.,Tasmin,S. English For today for Classes 9-10.Dhaka.NCTB, 2002.